TUGAS
PERENCAAN STRUKTUR JEMBATAN
Persyaratan umum perencanaan jembatan
1. Ruang lingkup
Pedoman ini menetapkan persyaratan umum
perencanaan jembatan di Indonesia. Untuk ketentuan perencanaan
struktur-struktur jembatan yang tidak lazim (extraordinary
bridge) seperti jembatan dengan beban rencana yang sangat besar atau umur
rencana yang sangat panjang dan yang menggunakan bahan-bahan atau cara-cara
baru, instansi yang berwenang dapat menetapkan keadaan khusus mengenai
persyaratan pembebanan atau kekuatan.
2. Acuan normatif
Dokumen referensi di bawah ini harus digunakan
dan tidak dapat ditinggalkan untuk melaksanakan pedoman ini.
SNI 03-1725-1989,
Pedoman perencanaan pembebanan jembatan
jalan raya.
SNI 2838:2008, Standar perencanaan ketahanan gempa untuk
jembatan
SNI 03-2850-1992,
Tata cara pemasangan utilitas di jalan
RSNI T-02-2005, Standar pembebanan untuk jembatan.
RSNI T-03-2005, Standar perencanaan struktur baja untuk
jembatan
RSNI T-12-2004, Standar perencanaan struktur beton untuk
jembatan
Pd-T-13-2004-B, Pedoman penempatan utilitas pada daerah
milik jalan
Surat Edaran
Menteri Pekerjaan Umum Nomor 12/SE/M/2010 tentang peta gempa 2010.
3. Istilah dan definisi
Untuk tujuan
penggunaan dalam pedoman ini, istilah dan definisi berikut ini digunakan.
3.1
aksi lingkungan
pengaruh yang timbul akibat temperatur, angin,
aliran air, gempa, dan penyebab-penyebab alamiah lainnya
3.2
aksi nominal
nilai beban
rata-rata berdasarkan statistik untuk periode ulang 50 tahun
3.3
apron
perkerasan yang
ditempatkan pada dasar sungai untuk mencegah gerusan lokal
3.4
jembatan
bangunan pelengkap jalan yang berfungsi sebagai
penghubung dua ujung jalan yang terputus oleh sungai, saluran, lembah dan selat
atau laut, jalan raya dan jalan kereta api
4.
Peraturan-
peraturan legal dalam perencanaan jembatan
Konstruksi bangunan atas meliputi:
1. Trotoar, yaitu jalur pejalan kaki yang
umumnya sejajar dengan jalan dan lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan
untuk menjamin keamanan pejalan kaki yang bersangkutan. Bagian dari trotoar
meliputi:
Sandaran dan tiang sandaran, Peninggian trotoar,
Konstruksi trotoar
2. Lantai kendaraan dan lapis perkerasan
3. Balok diafragma/ikatan melintang
4. Balok gelagar
5. Ikatan pengaku (ikatan angin, ikatan rem,
ikatan tumbukan
6. Perletakan (rol dan sendi)
Konstruksi Bangunan Bawah (Substructures)
Bangunan bawah pada umumnya terletak di sebelah
bawah bangunan atas. Fungsinya untuk menerima beban-beban yang diberikan
bangunan atas dan kemudian menyalurkan kepondasi, beban tersebut selanjutnya
oleh pondasi disalurkan ke tanah.
Konstruksi bangunan bawah meliputi :
Pangkal jembatan (abutment dan pondasi)
Pilar (pile cap dan ponda
5.
Bentuk-
bentuk Jembatan
·
Menurut material superstrukturnya jembatan
diklasifikasikan atas:
Jembatan baja
Jembatan yang menggunakan
berbagai macam komponen dan sistem struktur baja: deck, girder, rangka
batang, pelengkung, penahan dan penggantung kabel.
Jembatan beton
Jembatan yang beton bertulang
dan beton prategang
Jembatan kayu
Jembatan dengan bahan kayu
untuk bentang yang relatif pendek
Jembatan Metal alloy
Jembatan yang menggunakan
bahan metal alloy seperti
alluminium alloy dan stainless steel
Jembatan komposit
Jembatan dengan bahan komposit
komposit fiber dan plastik
Jembatan batu
Jembatan yang terbuat dari
bahan batu; di masa lampau batu merupakan bahan yang umum digunakan untuk
jembatan pelengkung.
·
Klasifikasi berdasarkan penggunanya
Jembatan jalan
Jembatan untuk lalu lintas
kendaraan bermotor
Jembatan kereta api
Jembatan untuk lintasan kereta
api
Jembatan kombinasi
Jembatan yang digunakan
sebagai lintasan kendaraan bermotor dan kereta api
Jembatan pejalan kaki
Jembatan yang digunakan untuk
lalu lintas pejalan kaki
Jembatan aquaduct
Jembatan untuk menyangga
jaringan perpipaan saluran air
·
Klasifikasi berdasarkan sistem struktur yang
digunakan
jembatan I–Girder.
Gelagar utama terdiri dari
plat girder atau rolled-I. Penampang I efektif menahan beban tekuk dan
geser.
Jembatan gelagar kotak (box
girder)
Gelagar utama terdiri dari
satu atau beberapa balok kotak baja fabrikasi dan dibangun dari beton, sehingga
mampu menahan lendutan, geser dan torsi secara efektif.
Jembatan Balok T (T-Beam)
Sejumlah Balok T dari beton
bertulang diletakkan bersebelahan untuk mendukung beban hidup
Jembatan Gelagar Komposit
Plat lantai beton dihubungkan
dengan girder atau gelagar baja yang bekerja sama mendukung beban sebagai satu
kesatuan balok. Gelagar baja terutama menahan tarik sedangkan plat beton
menahan momen lendutan.
Jembatan
gelagar grillage (grillage girder)
Gelagar utama dihubungkan
secara melintang dengan balok lantai membentuk pola grid dan akan menyalurkan
beban bersama-sama ? Jembatan Dek Othotropic
Dek terdiri dari plat dek baja
dan rusuk/rib pengaku
Jembatan Rangka Batang (Truss)
Elemen-elemen berbentuk batang
disusun dengan pola dasar menerus dalam struktur segitiga kaku. Elemen-elemen
tersebut dihubungkan dengan sambungan pada ujungnya. Setiap bagian menahan
beban axial juga tekan dan tarik. Gambar 9.2. menunjukkan Jembatan truss Warren
dengan elemen vertikal yang disebut ”through bridge”, plat dek diletakkan
melintasi bagian bawah jembatan
Jembatan Pelengkung (arch)
Pelengkung merupakan struktur
busur vertikal yang mampu menahan beban tegangan axial
Jembatan Kabel Tarik (Cable
stayed)
Gelagar digantung oleh kabel
berkekuatan tinggi dari satu atau lebih menara. Desain ini lebih sesuai untuk
jembatan jarak panjang
Jembatan Gantung
Gelagar digantung oleh
penggantung vertikal atau mendekati vertikal yang kemudian digantungkan pada
kabel penggantung utama yang melewati menara dari tumpuan satu ke tumpuan
lainnya. Beban diteruskan melalui gaya tarik kabel. Desain ini sesuai dengan
jembatan dengan bentang yang terpanjang.
·
Klasifikasi berdasarkan kondisi pendukung
Perbedaan kondisi pendukung
untuk gelagar dan gelagar rangka
Jembatan dengan pendukung
sederhana
Gelagar utama atau rangka
batang ditopang oleh roll di satu sisi dan sendi di sisi yang lainnya.
embatan dengan pendukung
menerus
Gelagar atau rangka batang
didukung menerus oleh lebih dari tiga sendi sehingga menjadi sistem struktur
yang tidak tetap. Kecenderungan itu lebih ekonomis karena jumlah sambungan
sedikit serta tidak memerlukan perawatan. Penurunan pada pendukung sebaiknya
dihindari.
Jembatan gerber (jembatan
kantilever)
Jembatan menerus yang dibuat
dengan penempatan sendi di antara pendukung.
Jembatan rangka kaku
Gelagar terhubung secara kaku
pada sub struktur
6. Beban- beban yang bekerja dalam perencanaan
struktur jembatan
Peraturan
pembebanan yang digunakan pada perencanaan struktur jembatan prategang tipe
PCU-Girder ini adalah RSNI T-02-2005 (standar pembebanan untuk jembatan), dan
RSNI T-12-2004 (perencanaan struktur beton untuk jembatan). Berdasarkan RSNI
T-12-2004 tentang perencanaan kekuatan struktur beton bertulang sebagai
komponen jembatan harus direncanakan dengan menggunakan cara ultimit atau cara
perencanaan berdasarkan beban dan kekuatan terfaktor (PBKT).
Walaupun
demikian, untuk perencanaan komponen struktur jembatan yang mengutamakan suatu
pembatasan tegangan kerja, atau ada keterkaitan dengan aspek lain yang sesuai
batasan perilaku deformasinya, atau sebagai cara perhitungan alternative, bisa
digunakan cara perencanaan berdasarkan batas layan/tegangan ijin (PBL).
Dengan
demikian metode perencanaan struktur jembatan prategang tipe PCU-Girder di bagi
menjadi dua metode, yaitu: metode perencanaan ultimit (PBKT) dan metode
perencanaan tegangan ijin (PBL). Metode perencanaan ultimit digunakan pada
perhitungan struktur atas jembatan dengan pemilihan faktor beban ultimit sesuai
peraturan. Metode perencanaan tegangan ijin dengan beban kerja digunakan untuk
perhitungan struktur bawah jembatan (pondasi).
Tahapan
Pembebanan
Pembebanan
Jembatan
Beban
Truk & Pejalan Kaki
Salah
satu pertimbangan istimewa pada beton prategang adalah banyaknya tahapan
pembebanan saat komponen struktur dibebani. Sedikitnya ada 3 (tiga) tahapan
yaitu tahap awal saat pemberian gaya prategang, tahap pengangkatan dan pengangkutan,
lalu tahap akhir saat beton menerima beban eksternal.
1) Tahap Awal
Pembebanan
tahap awal merupakan pemberian gaya prategang terhadap girder tetapi belum
dibebani oleh beban eksternal. Tahap ini dapat dibagi dalam beberapa tahap:
a) Sebelum Diberi Gaya Prategang
Pada
masa sebelum diberi gaya prategang, beton girder masih lemah dalam memikul
beban, oleh karena itu harus dicegah agar tidak terjadi kehancuran pada ujung
girder. Harus diperhitungkan susut beton, dan retakan yang timbul akibat sust
tersebut. Curing beton harus diperhatikan sebelum peralihan gaya prategang.
b) Pada Saat Diberi Gaya Prategang
Besarnya
gaya prategang yang berkerja pada tedon saat proses stressing dapat membuat
kabel strand putus jika pemberian gaya melebihi tegangan maksimum strand atau
jika strand dalam kondisi rusak. Beton bermutu rendah atau belum cukup umur
juga dapat hancur pada tahapan ini.
c) Pada Saat Peralihan Gaya Prategang
Untuk
komponen struktur post-tension peralihan beban berlangsung secara bertahap, gaya
prategang pada tendon dialihkan ke beton satu-per satu tendon. Pada keadaan ini
gaya eksternal belum berkerja kecuali berat sendirinya. Gaya prategang awal
setelah terjadi kehilangan juga ikut menentukan desain girder.
Girder
dengan panjang bentang tersebut diatas yang terletak diatas dua tumpuan, akibat
berat sendirinya akan menimbulkan momen positif ditengah bentang. Oleh karena
itu maka gaya yang diberikan pada girder harus dapat mengimbangi kondisi
seperti ini.
2) Tahap Antara
Pembebanan
tahap ini ada khususnya untuk beton precast yang mengalami proses perpindahan
dari pabrik ke lokasi terakhirnya. Tahapan antara merupakan tahapan pembebanan
selama girder dalam masa pengangkutan dan pengangkatan, termasuk masa saat
girder dalam proses erection.
Cara
pengangkatan dan pengangkutan balok girder harus diperhitungkan dengan baik.
Pengangkatan dengan cara yang salah dapat mengakibatkan balok girder retak atau
bahkan mungkin patah.
3) Tahap Akhir
Pembebanan
tahap akhir merupakan tahapan dimana beban rencana telah berkerja pada
struktur. Pada beton prategang, ada tiga jenis beban kerja yang dialami:
a) Beban Kerja Tetap
Lendutan
ke atas atau kebawah girder akibat beban kerja tetap konstruksi tersebut
merupakan salah satu factor penentu dalam desain, karena pengaruh dari
rangkaian akibat lentur akan memperbesar nilainya. Sehingga diberikan batasan
tertentu besarnya lendutan akibat beban tetap.
b) Beban Kerja
Girder
juga didesain berdasarkan beban kerja yang akan dideritanya. Beban kerja yang
berlebihan harus ikut dipertimbangkan.
c) Beban Retak
Retak
pada komponen beton prategang berarti perubahan mendadak pada tegangan rekat
dan geser yang sering menjadi parameter bagi kekuatan lelah.
d) Beban Batas
Beban
batas struktur merupakan beban maksimum yang dapat dipikul struktur tersebut
sebelum hancur, atau disebut juga ultimate strength. Beban batas diperhitungkan
melalui factor beban yang dikalikan pada beban kerja.
Beban
Tetap
Beban
tetap merupakan beban yang bekerja sepanjang waktu dan bersumber pada bahan
jembatan, cara jembatan dibangun dan juga bangunan lain yang mungkin menempel
pada jembatan.
1) Berat Sendiri
Berat
sendiri dari bagian bangunan adalah berat dari bagian tersebut dan
elemen-elemen struktur lainnya yang dipikul. Termasuk dalam hal ini adalah
berat bahan dan bagian jembatan yang merupakan elemen struktural, ditambah
dengan elemen non struktural yang dianggap tetap. Faktor berat sendiri diatur
pada RSNI T-02-2005 5.2.
Tabel
Faktor beban berat sendiri Sumber: RSNI T-02-2005 5.2.
Jenis
material
Faktor
Beban
KSMS KUMS
Normal Terkurangi
Baja,
Aluminium 1.0 1.1 0.9
Beton
pracetak 1.0 1.2 0.85
Beton
cor ditempat 1.0 1.3 0.75
Kayu 1.0 1.4 0.70
2) Beban Mati Tambahan/Utilitas
Beban
mati tambahan merupakan berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban pada
jembatan yang merupakan elemen non struktural, dan mungkin besarnya berubah
selama umur jembatan. Dalam hal tertentu harga KMA yang telah berkurang boleh
digunakan dengan persetujuan instansi yang berwenang. Hal ini bisa dilakukan
apabila instansi tersebut mengawasi beban mati tambahan sehingga tidak
dilampaui selama umur jembatan. Faktor beban mati tambahan diatur pada RSNI
T-02-2005 5.3.
Tabel
Faktor beban untuk beban mati tambahan Sumber: RSNI T-02-2005
Jangka
waktu Faktor Beban
KMAS KMAU
Biasa Terkurangi
Tetap Keadaan Umum 1.0
(1) 2.0 0.7
Keadaan
Khusus 1.0 1.4 0.8
Catatan
(1) faktor beban daya layan 1,3 digunakan untuk beban utilitas
3) Beban Lalu Lintas
Beban
lalu lintas untuk perencanaan jembatan terdiri dari beban lajur “D” dan beban
truk “T”. Beban lajur “D” bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan
menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekivalen dengan suatu iring-iringan
kendaraan yang sebenarnya. Jumlah total beban lajur “D” yang bekerja tergantung
pada lebar jalur kendaraan itu sendiri.
Baca:
Klasifikasi Jembatan
Beban
truk “T” adalah satu kendaraan berat dengan 3 as yang ditempatkan pada beberapa
posisi dalam lajur lalu lintas rencana. Tiap as terdiri dari dua bidang kontak
pembebanan yang dimaksud sebagai simulasi pengaruh roda kendaraan berat. Hanya
satu truk “T” diterapkan perlajur lalu lintas rencana.
Secara
umum beban “D” akan menentukan dalam perhitungan yang mempunyai bentang mulai
sedang sampai panjang, sedangkan beban “T” digunakan untuk bentang pendek dan lantai
kendaraan.
4) Beban lajur “D”
Beban
lajur “D” terdiri dari beban tersebar merata (BTR) yang digabung dengan beban
garis (BGT). Menurut RSNI T-02-2005, beban terbagi rata (BTR) mempunyai
intensitas q kPa, dimana besarnya q tergantung pada panjang total yang dibebani
L seperti persamaan berikut ini:
L ≤
30 m: q = 9,0 kPa
L ≥
30 m: q = 9,0 (0,5 + 15/L) kPa
Beban
garis: Satu BGT dengan intensitas p kN/m harus ditempatkan tegak lurus dari
arah lalu lintas pada jembatan. Besarnya intensitas p adalah 49.0 kN/m. Secara
umum beban “D” akan menentukan dalam perhitungan yang mempunyai bentang mulai
dari sedang sampai panjang.
Tabel
Faktor beban akibat beban lajur “D” Sumber: RSNI T-02-2005 6.3.
Jangka
waktu Faktor Beban
KsTD KsTD
Transien 1.0 1.0
5) Gaya Rem
Efek
rem dan percepatan pada lalu lintas ditetapkan sebagai gaya yang bekerja arah
memanjang yang bekerja di permukaan jalan. Bekerjanya gaya-gaya arah memanjang
jembatan, akibat gaya rem dan traksi, harus ditinjau untuk kedua jurusan lalu
lintas.
Pengaruh
ini di diperhitungkan senilai dengan gaya rem sebesar 5% dari beban lajur “D”
yang dianggap ada pada semua jalur lalu lintas tanpa dikalikan faktor beban
dinamis. Gaya rem tersebut dianggap bekerja horisontal dalam arah sumbu
jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,8 m diatas permukaan lantai jembatan.
Tabel
Faktor beban akibat gaya rem Sumber: RSNI T-02-2005 6.9.
Jangka
Waktu Faktor Beban
KsTS KsTB
Transien 1.0 1.8
6) Pembebanan Pejalan Kaki
Sesuai
dengan peraturan RSNI T-02-2005 6.7 semua elemen dari trotoar atau jembatan
penyeberangan yang langsung memikul pejalan kaki harus direncanakan untuk beban
nominal 5 kPa. Unsur jalan yang menerima beban pejalan kaki dinyatakan dalam
satuan luas.
Tabel
Faktor beban untuk pejalan kaki Sumber: RSNI T-02-2005 5.3.
Jangka
waktu Faktor Beban
KsTP KsSS
Transien 1.0 1.8
7) Beban Truk “T”
Berdasarkan
RSNI T-2-2005 6.4.1 pembebanan truk terdiri dari kendaraan truk semi-trailer
yang memiliki susunan dan berat as. Berat dari masing-masing as disebarkan menjadi
dua beban merata sama besar yang merupakan bidang kontak antara roda dengan
permukaan lantai.
Jarak
antara dua as tersebut bisa diubah-ubah antara 4,0 m sampai 9,0 m untuk
mendapatkan pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan. Terlepas dari panjang
jembatan atau susunan bentang, hanya ada satu kendaraan truk “T” yang bisa
ditempatkan pada satu lajur lalu lintas rencana.
Tabel
Faktor beban akibat pembebanan truk “T” Sumber: RSNI T-02-2005 6.4.
Jangka
waktu Faktor Beban
KsTT KuTT
Tetap 1.0 1,8
1) Beban Angin
Angin
harus dianggap bekerja secara merata pada seluruh bangunan atas. Beban angin
statik yang bekerja pada dek jembatan diperhitungkan sebesar luas ekivalen
bagian samping jembatan. Beban kerja dan terfaktor angin yang bekerja pada
jembatan didapat dari persamaan:
TEW
= 0,0006 CW (VW)2 Ab [Kn]
Apabila
suatu kendaraan sedang berada diatas jembatan, beban garis merata tambahan arah
horizontal harus diterapkan pada permukaan lantai seperti diberikan dengan
rumus:
TEW
= 0,0012 CW (VW)2 Ab [Kn]
Keterangan:
Cw = koefisien seret
Vw = kecepatan angin rencana (m/detik)
e = ekivalen luas jembatan [m2]
Rew = beban angin arah horizontal (KN/m)
H = tinggi kendaraan (m)
Qew = transfer beban angin ke lantai jembatan
(KN/m)
Tabel
Koefisien seret Cw Sumber: RSNI T-02-2005 7.6.
Tipe
Jembatan Cw
Bangunan
Atas Masif
b/d
= 1.0 2.1
b/d
= 2.0 1.5
b/d
≥ 6.0 1.25
Bangunan
atas rangka 1.2
Tabel
Kecepatan angin rencana Vw Sumber: RSNI T-02-2005 7.6.
Keadaan
Batas Lokasi
Sampai
5 km dari pantai > 5 km dari pantai
Daya
Layan 30 m/s 25 m/s
Ultimate 35 m/s 30
m/s
Tabel
Faktor beban untuk beban angin Sumber: RSNI T-02-2005 7.6.
Jangka
waktu Faktor Beban
KEWS KEWU
Transient 1.0 1.2
9) Beban Gempa
Dalam
suatu perencanaan jembatan harus memperhitungkan beban akibat pengaruh
terjadinya gempa.
Celastis
= A . R . S ; Cplastis = A . R . S / Z
Keterangan
:
Celastis = Koefisien geser dasar tanpa faktor
daktilitas dan resiko (Z)
Cplastis = Koefisien geser dasar termasuk faktor
daktilitas dan resiko
A = Percepatan/ akselerasi puncak (PGA) di
batuan dasar
R = Respon batuan dasar
Z = Faktor reduksi sehubungan daktilitas
dan resiko
Dalam
suatu perencanaan jembatan, harus memperhitungkan beban akibat pengaruh
terjadinya gempa. Beban gempa hanya diperhitungkan untuk kondisi batas
ultimate. Beban gempa biasanya berakibat langsung pada perencanaan pilar,
kepala jembatan dan pondasi. Besarnya beban gempa diperhitungkan sebagai
berikut.
T’EQ
= KV . I . WT ; Kh = C . S
Dimana:
T’EQ = Gaya geser dasar dalam arah yang ditinjau
(kN)
Kh = Koefisien beban gempa horizontal
Kv = Koefisien beban gempa vertical
I = Faktor kepentingan
C = Koefisien geser dasar
S = Faktor tipe bangunan
WT = Berat total nominal bangunan termasuk
beban mati tambahan.
Koefisien
geser dasar (C) ditentukan dengan menggunakan grafik hubungan waktu getar
bangunan (T) dan (C) dapat dihitung dengan rumus:
T =
2 × 3,14 √WT / g . KP (detik)
Dengan
pengertian :
WT = Berat total jembatan termasuk beban mati
tambahan
g = Percepatan gravitasi (m/det)
KP = Kekakuan gabungan sebagai gaya
horizontal yang diperlukan untuk menimbulkan satu satuan lendutan pada bagian
atas pilar (kN/m)
Tabel
Faktor beban untuk beban gempa
Jangka
Waktu Faktor Beban
KS ;
EQ KU ; EQ
Transient Tidak dapat digunakan 1.0
Tabel
Faktor kepentingan Sumber: RSNI T-02-2005 7.7.3.
Jembatan
memuat lebih dari 2000 kendaraa/hari, jembatan pada jalan raya utama atau
arteri dan jembatan dimana tidak ada rute alternatif
1,2
seluruh
jembatan permanen lainnya dimana rute alterative tersedia, tidak termasuk
jembatan yang direncanakan untuk pembebanan lalu lintas yang dikurangi
1,0
Jembatan
sementara dan jembatan yang direncanakan untuk pembebanan lalu lintas yang dikurangi
0,8
Tabel
Faktor tipe bangunan Sumber: RSNI T-02-2005 7.7.3
Tipe
jembatan Jembatan dengan daerah sendi beton bertulang atau baja Jembatan dengan
daerah sendi beton prategang Jembatan
Dengan Daerah Sendi Beton Bertulang Atau Baja Jembatan
Dengan Daerah Sendi Beton Prategang
Prategang
Parsial Prategang Penuh
Tipe
A 1,0 F 1,15
F 1,3 F
Tipe
B 1,0 F 1,15 1,3 F
Tipe
C 3,0 3,0 3,0
a) Tekanan Tanah Lateral/Dinamis Akibat Gempa
Gaya
gempa arah lateral akibat tekanan tanah (tekanan tanah dinamis) dihitung
denggan menggunakan faktor harga dari sifat bahan), koefesien geser dasar C,
faktor kepentingan I terdapat dalam tabel. Faktor tipe struktur untuk
kepentingan Kh harus diambil sama dengan 1,0. Pengaruh dari percepatan tanah
arah vertikal bisa diabaikan.
Tabel
Koefesien Geser Dasar (C) Sumber: RSNI T-02-2005 7.7.3
Daerah
Gempa (1) Koefesien Geser Dasar (C)
Tanah
Teguh (2) Tanah Sedang (3) Tanah Lunak (4)
1 0,20 0,23 0,23
2 0,17 0,21 0,21
3 0,14 0,18 0,18
4 0,10 0,15 0,15
5 0,07 0,12 0,12
6 0,06 0,06 0,07
Pengaruh
Umur Rencana
Faktor
beban untuk keadaan batas ultimit didasarkan kepada umur rencana jembatan 50
tahun. Untuk jembatan dengan umur rencana yang berbeda, faktor beban ultimit
harus diubah dengan menggunakan faktor pengali seperti yang diberikan pada
tabel.
Tabel
Pengaruh umur rencana pada faktor beban ultimit Sumber: RSNI T-02-2005 9.2.
Jangka
Waktu Umur Rencana Faktor Beban
Aksi
Tetap Aksi Transien
Jembatan
sementara 20 tahun 1.0 0.87
Jembatan
biasa 50 tahun 1.0 1.0
Jembatan
khusus 100 tahun 1.0 1.10
Dengan
adanya tulisan ini diharap pembaca dapat mengetahui apa saja macam–macam beban
yang terjadi pada jembatan serta memahami beban yang bekerja dengan rumus–rumus
yang digunakan sehingga dengan mudah dalam mengerjakan baik untuk referensi
pendidikan maupun prktek dilapangan.
Daftar
Pustaka :
DISUSUN OLEH :
Nama : Didi Supriadin
Kelas : 3Ta02
Npm : 12316001
Dosen : I Kadek Bagus Widana Putra
Hyperlink 1 => http://ftsp.gunadarma.ac.id/sipil/
Hyperlink 2 => http://www.gunadarma.ac.id
Komentar
Posting Komentar